5+ Anime Ufotable Selain Demon Slayer yang Bikin Takjub, Ada Fate/Zero!!!

# 5+ Anime Ufotable Selain Demon Slayer yang Bikin Takjub, ada Fate Series hingga Tales of Zestiria the X

5+ Anime Ufotable Selain Demon Slayer yang Bikin Takjub
Anime Ufotable Selain Demon Slayer © Koyoharu Gotouge / Shueisha / Ufotable

Macapop – Ketika nama studio Ufotable disebut, pikiran sebagian besar penikmat anime modern pasti langsung tertuju pada satu judul: Kimetsu no Yaiba atau Demon Slayer. Tidak bisa dipungkiri, anime ini telah menjadi fenomena budaya global, merebut hati jutaan penonton dengan cerita yang menyentuh dan, tentu saja, kualitas animasi yang memukau. Setiap tebasan pedang Tanjiro yang diiringi visual air bergaya ukiyo-e seolah menjadi standar emas baru bagi animasi aksi. Namun, menganggap Kimetsu no Yaiba sebagai titik awal kehebatan Ufotable adalah sebuah kekeliruan besar. Sebaliknya, mahakarya ini adalah puncak dari perjalanan panjang selama dua dekade, sebuah kulminasi dari penyempurnaan artistik dan teknis yang telah diasah melalui berbagai proyek ambisius.

Ufotable telah lama dikenal di kalangan penggemar sebagai studio yang identik dengan “sihir artistik” (artistic wizardry). Mereka adalah maestro dalam memadukan keindahan animasi 2D tradisional dengan teknik digital dan CGI mutakhir, menciptakan sebuah harmoni visual yang imersif dan sulit ditandingi studio lain. Terpesona dengan animasi Kimetsu no Yaiba? Itu baru permukaannya. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam portofolio Ufotable untuk menemukan daftar anime terbaik Ufotable lainnya yang tidak hanya menawarkan visual memukau, tetapi juga cerita mendalam yang akan membekas lama setelah Anda selesai menonton. Dari perang filosofis dalam Fate/Zero hingga misteri kelam Kara no Kyoukai, bersiaplah untuk melihat bahwa keajaiban Ufotable jauh lebih luas dari yang Anda bayangkan.

Baca Juga : One Piece : 6 Perbedaan Kunci Pacifista dan Seraphim yang Harus Kamu Tahu!

1. Fate/Zero

Dark Fantasy, Action, Psychological | 2011

Jauh sebelum Kimetsu no Yaiba mendominasi, Fate/Zero adalah karya yang mengukuhkan reputasi Ufotable sebagai studio kelas atas. Berfungsi sebagai prekuel dari Fate/stay night, anime ini menyajikan kisah Perang Cawan Suci Keempat, sebuah turnamen rahasia di mana tujuh penyihir (Master) memanggil arwah pahlawan legendaris (Servant) untuk bertarung sampai mati demi Cawan Suci yang dapat mengabulkan segala keinginan. Namun, ini bukanlah turnamen shonen biasa. Fate/Zero adalah sebuah tragedi Yunani modern yang brutal, nihilistik, dan sarat dengan perdebatan filosofis.

Tema sentralnya adalah “benturan idealisme” (clash of ideals). Setiap karakter, dari Master hingga Servant, didorong oleh ambisi dan keyakinan mereka sendiri, yang tak terhindarkan saling berbenturan dan menghasilkan konsekuensi tragis. Fokus utama cerita ada pada Kiritsugu Emiya, seorang pembunuh bayaran berdarah dingin yang dikenal sebagai “Magus Killer”.

Ia bertarung dengan tujuan mulia untuk “menyelamatkan dunia”, namun menggunakan metode utilitarian yang kejam: mengorbankan segelintir orang untuk menyelamatkan lebih banyak orang. Pragmatismenya ini menciptakan kontras tajam dengan Servant-nya, Saber (Raja Arthur), yang menjunjung tinggi kehormatan dan keksatriaan, memicu konflik ideologis yang menjadi jantung emosional serial ini. Cerita ini sepenuhnya digerakkan oleh karakter; setiap keputusan dan pertempuran lahir dari kehendak dan filosofi para pesertanya, bukan sekadar untuk memajukan plot.

Ufotable menerjemahkan narasi kelam ini menjadi sebuah tontonan visual yang spektakuler. Dirilis pada 2011, kualitas animasi Fate/Zero dipuji sebagai sesuatu yang “menakjubkan” dan masih bertahan kuat hingga hari ini. Adegan pertarungannya bukan sekadar pertunjukan efek partikel yang mencolok, melainkan sebuah “permainan catur” yang cerdas dan terkoreografi dengan baik, di mana para peserta saling menguji pertahanan, melakukan tipuan, dan menyusun strategi.

Momen-sakuga (istilah untuk animasi berkualitas tinggi yang menonjol) dalam Fate/Zero menjadi legenda. Duel ikonik antara Saber dan Lancer di awal seri, pertarungan udara antara Gilgamesh dan Berserker, hingga pertarungan klimaks yang brutal antara Kiritsugu dan Kirei, semuanya dieksekusi dengan fluiditas dan dampak yang luar biasa. Musik gubahan Yuki Kajiura yang megah dan menghantui juga memainkan peran krusial dalam membangun atmosfer epik dan tragis serial ini.

Kualitas Fate/Zero tidak hanya terletak pada ceritanya yang matang, tetapi juga pada bagaimana Ufotable menetapkan standar baru. Sebelum era Fate/Zero, kualitas animasi selevel film bioskop sangat jarang ditemukan dalam format serial TV mingguan. Namun, Ufotable berhasil menyajikan kualitas sinematik yang konsisten di setiap episodenya.

Hal ini dimungkinkan oleh model produksi mereka yang unik, di mana sebagian besar proses, mulai dari animasi kunci hingga departemen digital dan CGI, dilakukan secara in-house. Struktur ini memungkinkan koordinasi yang luar biasa antar tim, memastikan setiap elemen visual menyatu dengan sempurna. Dengan Fate/Zero, Ufotable tidak hanya membuat anime yang hebat; mereka menciptakan cetak biru untuk “anime TV blockbuster” modern, sebuah standar yang kemudian dikejar oleh studio-studio papan atas lainnya.

2. Kara no Kyoukai: The Garden of Sinners

Supernatural, Mystery, Psychological, Thriller | 2007–2013

Jika Fate/Zero adalah karya yang mempopulerkan Ufotable, maka Kara no Kyoukai: The Garden of Sinners adalah proyek yang “menempatkan mereka di peta”. Seri yang terdiri dari delapan film ini merupakan adaptasi dari novel karya Kinoko Nasu (pencipta dunia Fate) dan menjadi tempat Ufotable menempa identitas artistik mereka. Ceritanya mengikuti Shiki Ryougi, seorang gadis dari keluarga pembasmi iblis yang memiliki “Mata Mistik Persepsi Kematian” (Mystic Eyes of Death Perception), sebuah kemampuan yang memungkinkannya melihat “garis kematian” pada segala hal. Bersama Mikiya Kokuto, seorang teman yang gigih mendekatinya, dan di bawah naungan agensi detektif supernatural milik Touko Aozaki, Shiki menghadapi berbagai kasus mengerikan.

Salah satu keunikan terbesar Kara no Kyoukai adalah struktur penceritaannya yang non-kronologis. Film-filmnya disajikan tidak berurutan, yang pada awalnya mungkin terasa membingungkan bagi penonton. Namun, pendekatan ini disengaja. Penonton diajak untuk menyusun kepingan-kepingan puzzle secara perlahan, dan ketika semua bagian akhirnya menyatu, hasilnya adalah sebuah permadani naratif yang sangat memuaskan dan kaya akan nuansa. Seri ini berani mengangkat tema-tema dewasa dan kelam seperti bunuh diri, pembunuhan, dan hakikat dosa, dengan landasan konsep filosofis dan psikologis yang dalam. Di tengah kegelapan itu, hubungan antara Shiki yang dingin dan mematikan dengan Mikiya yang tulus dan penuh empati menjadi jangkar emosional yang kuat.

Meskipun film pertamanya dirilis pada tahun 2007, kualitas visual Kara no Kyoukai sering disebut “lebih baik dari kebanyakan anime modern”. Ini bukan hanya tentang animasi yang mulus, tetapi tentang sinematografi yang artistik. Ufotable menggunakan seri film ini sebagai kanvas untuk bereksperimen dengan bahasa visual. Penggunaan sudut kamera yang disengaja (seperti telephoto shot dan deep focus), palet warna yang sureal untuk membangun suasana, pencahayaan atmosferik, dan citra simbolis (seperti motif spiral yang berulang) semuanya bekerja sama untuk menciptakan rasa misteri dan ketakutan yang kental.

Setiap adegan terasa seperti sebuah lukisan yang bergerak, di mana komposisi visual sama pentingnya dengan dialog. Skor musik karya Yuki Kajiura yang fenomenal juga menyatu secara intrinsik dengan visualnya, menciptakan sebuah pengalaman audio-visual yang lengkap dan menghipnotis.

Pada dasarnya, Kara no Kyoukai adalah tempat di mana Ufotable menemukan “jiwa” artistiknya. Format film memberi mereka kebebasan untuk tidak terburu-buru dan fokus pada penceritaan visual yang mendalam, mirip dengan pendekatan film art house. Di sinilah mereka belajar bahwa alat digital tidak hanya untuk efek pertarungan yang mencolok, tetapi juga untuk membangun mood, atmosfer, dan resonansi tematik. DNA “art house” inilah—fokus pada sinematografi dan penyutradaraan yang cermat—yang menjadi bahan rahasia yang mengangkat karya-karya mereka selanjutnya dari sekadar “anime dengan animasi bagus” menjadi “pengalaman sinematik”.

Baca Juga : Review Anime The Beginning After The End Season 1: Wajib Tonton atau Skip?

3. Fate/stay night: Unlimited Blade Works

Fatestay night Unlimited Blade Works

Action, Fantasy, Magic | 2014

Setelah kesuksesan fenomenal Fate/Zero, Ufotable kembali ke dunia Fate dengan mengadaptasi salah satu route dari novel visual aslinya, Unlimited Blade Works (UBW). Berbeda dengan prekuelnya yang kelam, UBW memiliki nuansa yang sedikit lebih cerah dan elemen shonen yang lebih kental, seperti kehidupan sekolah dan romansa. Namun, di balik itu, UBW menyajikan konflik ideologis yang tak kalah mendalam.

Fokus utama narasi ini adalah pengembangan karakter sang protagonis, Shirou Emiya. Awalnya, Shirou memiliki idealisme “menjadi pahlawan keadilan” yang ia pinjam dari ayah angkatnya, Kiritsugu. Sepanjang seri, ia dipaksa untuk menghadapi realitas pahit dari mimpinya itu melalui konfrontasinya dengan Archer, seorang Servant sinis yang memiliki hubungan misterius dengannya. Pertarungan antara Shirou dan Archer bukanlah sekadar adu kekuatan, melainkan benturan filosofi yang memaksa Shirou untuk memahami, mempertanyakan, dan akhirnya menjadikan idealisme itu miliknya sendiri. Meskipun beberapa kritikus merasa alur ceritanya terkadang terasa berbelit-belit jika dibandingkan dengan novel visualnya , adaptasi Ufotable dipuji karena berhasil mengeksplorasi konflik internal Shirou dengan sangat baik.

Kualitas visual UBW begitu legendaris sehingga melahirkan julukan dari para penggemar: “Unlimited Budget Works”. Julukan ini merujuk pada persepsi bahwa kualitas animasinya yang luar biasa hanya mungkin dicapai dengan anggaran tak terbatas. UBW adalah sebuah masterclass dalam teknik animasi Ufotable, memadukan karakter 2D yang ekspresif dengan latar belakang 3D yang kompleks dan efek partikel yang mempesona.

Kunci dari keajaiban ini terletak pada departemen digital mereka yang dipimpin oleh Yuichi Terao. Mereka mampu mengintegrasikan CGI secara mulus ke dalam adegan, tidak hanya sebagai latar belakang statis, tetapi juga untuk menciptakan pergerakan kamera yang dinamis dan efek sihir yang spektakuler, yang justru memperkuat imersi alih-alih merusaknya. Adegan pertarungan awal antara Lancer dan Archer di episode 0 adalah contoh sempurna dari keahlian mereka, menampilkan koreografi cepat, kerja kamera yang dinamis, dan efek pasca-produksi yang tak tertandingi yang membuat penonton terpukau.

Namun, julukan “Unlimited Budget Works” sebenarnya adalah sebuah miskonsepsi yang menarik. Meskipun terlihat mewah, berbagai sumber di industri menyatakan bahwa anggaran Ufotable untuk seri ini tidak jauh berbeda dari studio besar lainnya. Rahasia sebenarnya bukan terletak pada uang, melainkan pada struktur produksi mereka. Seperti yang telah disebutkan, model in-house Ufotable memungkinkan koordinasi yang luar biasa antara tim animator 2D, seniman 3D, dan tim compositing. Alur kerja yang efisien dan kolaboratif inilah yang menjadi sumber kualitas mereka, bukan sekadar cek kosong. Pemahaman ini memberikan apresiasi yang lebih dalam terhadap keahlian dan manajemen cerdas di balik setiap frame yang memukau.

4. God Eater & Tales of Zestiria the X (Adaptasi Game)

Action, Sci-Fi, Fantasy | 2015–2017

Selain dikenal melalui adaptasi karya Type-Moon, Ufotable juga menunjukkan kehebatannya dalam mengadaptasi media lain, terutama video game. Dua contoh menonjol adalah God Eater dan Tales of Zestiria the X, yang membuktikan bahwa keajaiban visual mereka tidak terbatas pada satu jenis sumber materi.

God Eater (2015) membawa penonton ke dunia pasca-apokaliptik yang dikuasai oleh monster raksasa bernama Aragami. Di sini, Ufotable menampilkan gaya visual yang sedikit berbeda dan lebih eksperimental, menunjukkan evolusi gaya artistik mereka. Mereka berhasil menangkap nuansa kelam dan aksi berkecepatan tinggi dari gamenya, di mana para pejuang elit yang disebut God Eaters bertarung dengan senjata biologis raksasa.

Sementara itu, Tales of Zestiria the X (2016-2017) adalah adaptasi dari seri RPG fantasi klasik. Ufotable menghidupkan dunia fantasi yang penuh warna ini dengan sentuhan khas mereka: pemandangan yang megah, sihir yang mempesona, dan pertarungan pedang yang dikoreografikan dengan indah. Kedua adaptasi ini menunjukkan kemampuan Ufotable untuk menerjemahkan estetika dan aksi dari media interaktif menjadi narasi linear yang menarik, memperkuat posisi mereka sebagai salah satu studio adaptasi terbaik di industri. Ini adalah rekomendasi anime ufotable yang solid bagi mereka yang mencari aksi fantasi murni.

Kimetsu no Yaiba/Demon Slayer (BONUS)

Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle | Official Trailer | Crunchyroll
Trailer Kimetsu No Yaiba Infinity Castle © Koyoharu Gotouge / Shueisha / Ufotable

Action, Historical, Supernatural | 2019

Tentu saja, daftar ini tidak akan lengkap tanpa membahas sang fenomena itu sendiri. Kimetsu no Yaiba adalah tempat di mana semua keahlian yang telah diasah Ufotable selama bertahun-tahun bertemu dengan cerita yang tepat pada waktu yang tepat, menciptakan ledakan budaya yang masif.

Berbeda dengan narasi Fate yang padat secara filosofis atau misteri psikologis Kara no Kyoukai, inti dari Kimetsu no Yaiba adalah cerita shonen yang klasik, kuat, dan sangat mudah diakses. Kisahnya berpusat pada cinta tanpa syarat antara kakak-beradik, Tanjiro dan Nezuko Kamado, dan tekad Tanjiro yang tak tergoyahkan untuk menyembuhkan adiknya. Protagonisnya, Tanjiro, memiliki empati yang luar biasa, bahkan terhadap iblis yang ia lawan, yang membuatnya menjadi karakter yang sangat disukai dan mudah untuk didukung. Daya tarik emosional yang universal inilah yang memungkinkan Kimetsu no Yaiba menembus batas demografi dan menjadi tontonan bagi semua kalangan.

Elemen visual yang paling mendefinisikan Kimetsu no Yaiba dan membedakannya dari anime lain adalah penggambaran Teknik Pernapasan (Breathing Techniques). Alih-alih hanya menampilkan aura atau kilatan energi, Ufotable membuat keputusan jenius untuk memvisualisasikan teknik-teknik ini dengan gaya yang terinspirasi dari seni cetak balok kayu tradisional Jepang, ukiyo-e. Teknik Pernapasan Air milik Tanjiro, misalnya, secara eksplisit dirancang menyerupai lukisan ikonik “Ombak Besar di Kanagawa” karya Hokusai.

Pilihan artistik ini adalah sebuah mahakarya. Tidak hanya terlihat sangat indah, tetapi juga memberikan identitas visual yang unik dan berakar kuat pada budaya Jepang. Ini adalah contoh sempurna dari “bentuk yang menyatu dengan konten” (form meeting content), di mana gaya animasi yang tenang namun kuat mencerminkan karakter Tanjiro itu sendiri.

Pada akhirnya, kesuksesan luar biasa dari anime ufotable selain kimetsu no yaiba dan Kimetsu no Yaiba itu sendiri adalah hasil dari formula yang sempurna. Ufotable menerapkan teknik animasi elit dan sinematik yang telah mereka kembangkan selama lebih dari satu dekade pada sebuah cerita dengan daya tarik emosional yang luar biasa besar. Mereka mengambil inti cerita shonen yang sederhana dan kuat, lalu membungkusnya dalam paket visual yang begitu menakjubkan dan unik sehingga mustahil untuk diabaikan. Ini adalah perpaduan antara penceritaan emosional yang mudah diakses dengan tontonan visual sekelas film blockbuster, sebuah kombinasi yang memungkinkannya melampaui audiens anime biasa dan menjadi fenomena global.

Petualangan Ufotable-mu Berikutnya Telah Menanti

Dari perjalanan ini, jelas bahwa Ufotable bukanlah studio “satu karya”. Portofolio mereka adalah sebuah harta karun yang berisi beragam genre dan cerita, mulai dari fantasi kelam, thriller psikologis, hingga aksi fiksi ilmiah, yang semuanya disatukan oleh satu benang merah: komitmen yang tak tergoyahkan terhadap keunggulan visual. Kimetsu no Yaiba mungkin adalah gerbang bagi banyak orang untuk mengenal Ufotable, tetapi di baliknya terdapat fondasi yang dibangun di atas karya-karya ambisius dan artistik seperti Fate/Zero dan Kara no Kyoukai.

Menjelajahi karya-karya ini tidak hanya akan memberikan Anda tontonan berkualitas tinggi, tetapi juga apresiasi yang lebih dalam terhadap evolusi dan keahlian yang melahirkan fenomena Demon Slayer. Setiap judul menawarkan pengalaman unik, membuktikan bahwa sihir Ufotable hadir dalam berbagai bentuk. Jadi, petualangan Anda berikutnya telah menanti.

Mana dari anime Ufotable di atas yang jadi favoritmu? Atau ada judul lain yang terlewat? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!

Baca Juga : 7 Fakta Kekuatan Shiki Ichinose yang Mungkin Anda Lewatkan!

Ringkasan Anime Ufotable Terbaik

  • Ufotable adalah studio animasi elit yang dikenal jauh sebelum fenomena global Kimetsu no Yaiba.
  • Fate/Zero adalah mahakarya kelam dan filosofis dengan kualitas animasi selevel film yang menetapkan standar baru untuk anime TV.
  • Kara no Kyoukai merupakan fondasi artistik Ufotable, sebuah seri film misteri supernatural dengan sinematografi dan atmosfer yang luar biasa.
  • Fate/stay night: Unlimited Blade Works menampilkan evolusi teknik animasi digital Ufotable, memadukan 2D dan CGI secara mulus, yang didukung oleh model produksi in-house yang efisien, bukan sekadar “budget tak terbatas”.
  • Kesuksesan Kimetsu no Yaiba adalah hasil dari perpaduan sempurna antara cerita shonen yang emosional dan mudah diakses dengan gaya visual ukiyo-e yang unik dan dieksekusi dengan teknik animasi kelas dunia yang telah diasah selama puluhan tahun.
  • Menjelajahi karya-karya Ufotable lainnya memberikan apresiasi yang lebih dalam terhadap keahlian dan evolusi artistik di balik kesuksesan Kimetsu no Yaiba.

Jika kamu suka mengikuti informasi terbaru tentang anime Demon Slayer, kamu bisa melihat artikel lain yang dibuat oleh Essa. Jangan lupa untuk follow dan like media sosial dari Macapop ID di Facebook(Twitter), Instagram, Youtube dan Tiktok.