# 9 Alasan Soshiro Hoshina Adalah Wakil Kapten Terbaik di Kaiju No 8, mulai dari master close combat dan punya intuisi tajam.

Macapop – Di dunia Kaiju No. 8 yang penuh dengan monster raksasa dan prajurit berkekuatan super, ada satu sosok yang berhasil mencuri perhatian dengan cara yang unik. Dia bukanlah protagonis utama yang bisa berubah menjadi kaiju, bukan pula kapten legendaris yang menjadi simbol harapan. Dia adalah Soshiro Hoshina, Wakil Kapten Divisi Pertahanan Ketiga. Dengan penampilan yang sering kali santai, senyum yang selalu menyipit, dan aura yang seolah tak peduli, mudah untuk meremehkannya. Namun, di balik mata yang tertutup itu, tersembunyi tatapan tajam seorang pembunuh dan kejeniusan taktis yang mengerikan.
Banyak yang mungkin melihatnya hanya sebagai “nomor dua” dari Kapten Mina Ashiro yang karismatik. Namun, jika kita menggali lebih dalam, lapisan demi lapisan karakternya akan terungkap. Hoshina bukan sekadar wakil kapten yang kompeten; dia adalah detak jantung, otak taktis, dan pilar emosional dari Divisi Tiga. Artikel ini akan membongkar tuntas sembilan alasan solid mengapa Soshiro Hoshina adalah wakil kapten terbaik di seluruh Pasukan Pertahanan, membuktikan bahwa kehebatannya jauh melampaui apa yang terlihat di permukaan. Dari keahlian pedangnya yang legendaris hingga perannya sebagai mentor yang tak terduga, mari kita selami dunia Soshiro Hoshina.
Baca Juga : 20 Anime Sekolah Yang Seru Banget Ditonton Tahun 2025, Ada Dan Da Dan!
1. Master Pedang Tak Tertandingi: Spesialis Jarak Dekat Paling Mematikan
Fondasi utama dari kehebatan Soshiro Hoshina adalah keahlian tempurnya yang absolut. Di era di mana Pasukan Pertahanan sangat bergantung pada senjata api berkaliber besar dan teknologi canggih untuk melawan kaiju raksasa, Hoshina adalah sebuah anomali yang mematikan. Dia memilih jalan pedang, sebuah seni yang oleh banyak orang dianggap usang dan tidak praktis untuk menghadapi monster seukuran gedung pencakar langit. Namun, di tangannya, sepasang pedang pendek menjadi senjata pemusnah massal yang lebih mengerikan daripada meriam mana pun dalam pertarungan jarak dekat.
Keahliannya bukanlah sesuatu yang datang secara instan. Hoshina adalah pewaris dari Hoshina Style Swordsmanship, sebuah gaya bertarung yang telah diturunkan dalam keluarganya sejak zaman Muromachi (sekitar 1336-1573). Ini memberinya kedalaman historis sebagai keturunan dari klan pembasmi monster kuno, sebuah latar belakang yang tidak dimiliki oleh prajurit lain.
Gaya ini memiliki berbagai teknik mematikan, termasuk Sword-Slay Technique yang terdiri dari enam bentuk, mulai dari Air Slicer yang cepat hingga Eight Full Slasher yang menghancurkan. Kecepatannya begitu fenomenal sehingga serangannya sering kali tidak terlihat oleh mata telanjang, bahkan oleh karakter sekelas Kafka yang sudah terbiasa dengan pertempuran.
Namun, yang benar-benar membedakan Hoshina dari sekadar pewaris tradisi adalah kejeniusannya sebagai seorang inovator. Dia tidak puas hanya dengan menguasai teknik yang ada; dia menciptakan bentuk ketujuhnya sendiri, 12-layered Strike, sebuah manuver gila yang memungkinkannya menggunakan tiga pedang secara bersamaan untuk melancarkan dua belas serangan super cepat dalam sekejap.
Kemampuannya untuk memaksimalkan potensi senjatanya tercermin dalam statistik unleashed combat power dari seragam tempurnya, yang bisa melonjak hingga 92% saat dia menggunakan pedang—angka yang luar biasa tinggi dan membuktikan spesialisasinya yang tak tertandingi. Tidak heran jika dia dijuluki “The Defense Force’s Strongest Close-Quarters Combatant,” sebuah gelar yang mengakui keunggulannya bahkan di atas Kapten Divisi Satu, Gen Narumi, dalam pertarungan jarak dekat.
Keahlian pedang Hoshina lebih dari sekadar kekuatan tempur; ini adalah representasi dari tema besar dalam cerita: kegigihan dalam menghadapi modernitas dan pembuktian nilai tradisi. Dunia Kaiju No. 8 terobsesi dengan teknologi dan senjata api. Dalam konteks ini, keahlian pedang Hoshina dianggap kuno dan tidak relevan. Namun, keberhasilannya membuktikan sebaliknya.
Dia tidak berhasil meskipun menggunakan pedang, tetapi justru karena dia telah mengasah seninya ke tingkat yang melampaui batasan yang dipersepsikan orang lain. Ini menunjukkan bahwa metode “tradisional” dapat tetap unggul jika diasah dengan dedikasi, kejeniusan, dan inovasi. Perjuangannya ini paralel dengan Kafka Hibino, yang menggunakan pengetahuannya yang dianggap “rendahan” sebagai petugas kebersihan kaiju untuk menjadi pahlawan. Keduanya membuktikan bahwa nilai seseorang tidak ditentukan oleh alat yang mereka gunakan, melainkan oleh penguasaan, kecerdasan, dan cara mereka mengaplikasikannya.
2. Partner Sempurna untuk Kapten Mina Ashiro: Sinergi Ikonik Pedang dan Senjata Api
Kekuatan Divisi Tiga tidak hanya bertumpu pada individu, tetapi pada kemitraan kepemimpinan yang luar biasa antara Kapten Mina Ashiro dan Wakil Kapten Soshiro Hoshina. Hubungan mereka bukanlah sekadar atasan dan bawahan; ini adalah sebuah sinergi taktis yang nyaris sempurna, sebuah duet ikonik antara senjata api dan pedang yang menjadi tulang punggung pertahanan Jepang.
Banyak yang keliru menganggap Hoshina lebih lemah dari Mina, tetapi kenyataannya mereka “secara keseluruhan setara dalam kekuatan”. Perbedaan mereka terletak pada spesialisasi yang saling melengkapi. Mina, dengan senjata apinya yang mampu melepaskan tembakan dahsyat, adalah ahli dalam pertempuran jarak jauh dan spesialis penakluk daikaiju (kaiju berukuran raksasa) yang menjadi ancaman paling umum.
Di sisi lain, Hoshina adalah master pertarungan jarak dekat, yang berspesialisasi dalam membasmi yoju (kaiju kecil) dan honju (kaiju utama berukuran sedang) yang sering kali lebih lincah dan merepotkan. Mina membersihkan ancaman terbesar dari kejauhan, sementara Hoshina memastikan tidak ada ancaman kecil yang bisa menyelinap dan menimbulkan kekacauan di garis depan.
Dasar dari kemitraan ini adalah pengakuan. Di saat semua orang, termasuk keluarganya sendiri, meremehkan keahlian pedangnya, Mina Ashiro adalah satu-satunya petinggi di Pasukan Pertahanan yang melihat nilainya. Dia secara spesifik merekrut Hoshina dengan tujuan agar Hoshina “membersihkan jalan” untuknya di medan perang. Momen pengakuan inilah yang membentuk loyalitas Hoshina yang begitu dalam dan tak tergoyahkan. Dia tidak hanya menghormati Mina sebagai kapten, tetapi juga sebagai orang yang memberinya tempat dan tujuan.
Keseimbangan mereka juga meluas ke gaya kepemimpinan. Mina adalah “ikon” dan “sumber inspirasi” bagi seluruh pasukan, sosok yang karismatik namun menjaga jarak profesional dengan sebagian besar anggotanya. Sebaliknya, Hoshina adalah manajer taktis di lapangan. Dia membangun hubungan yang lebih dekat dengan para anggota, mengawasi pelatihan mereka secara pribadi, dan menjaga moral tim tetap tinggi. Mina menetapkan visi strategis, dan Hoshina memastikan eksekusi di lapangan berjalan mulus.
Kemitraan Mina-Hoshina ini secara efektif menantang arketipe shonen yang sudah usang, di mana seorang wakil kapten hampir selalu digambarkan jauh lebih lemah daripada kaptennya. Kaiju No. 8 menyajikan model kepemimpinan ganda yang lebih matang dan realistis. Kepemimpinan Mina tidak didasarkan pada kekuatan absolut yang melampaui semua orang, melainkan pada kualitas kepemimpinan, visi strategis, dan perannya sebagai simbol harapan. Kesuksesan Divisi Tiga tidak bergantung pada satu individu super, tetapi pada sinergi dua pemimpin yang saling menutupi kelemahan dan memaksimalkan kekuatan satu sama lain. Ini menjadikan Hoshina bukan sekadar “nomor dua,” tetapi setengah bagian yang tak terpisahkan dari kepemimpinan Divisi Tiga.
3. Perekrut Berbakat dengan Intuisi Tajam: Orang yang Bertaruh pada Kafka
Salah satu kontribusi terbesar dan paling berdampak dari Soshiro Hoshina bukanlah di medan perang, melainkan di ruang rapat komite seleksi. Dialah orang yang bertanggung jawab membawa Kafka Hibino, sang protagonis, ke dalam Pasukan Pertahanan. Keputusan ini menunjukkan intuisi tajam dan kemampuannya untuk melihat potensi di tempat yang tidak dilihat orang lain.
Sebagai salah satu pengawas utama dalam ujian seleksi, Hoshina mengamati setiap kandidat dengan cermat. Matanya yang biasanya menyipit itu tidak melewatkan satu detail pun. Ketika semua orang fokus pada kandidat dengan unleashed power tinggi seperti Kikoru Shinomiya, Hoshina justru tertarik pada Kafka. Dia melihat seorang pria berusia 32 tahun dengan unleashed power 0%—sebuah angka yang seharusnya menjadi tanda kegagalan mutlak—tetapi tetap memberikan kontribusi signifikan. Kafka menggunakan pengetahuannya yang luas tentang anatomi kaiju, yang didapatnya dari pekerjaan sebagai petugas kebersihan, untuk memandu rekan-rekannya dan membantu mereka mengalahkan target.
Di hadapan komite seleksi, di mana keputusan seharusnya didasarkan pada data dan skor, Hoshina menjadi pembela utama Kafka. Meskipun Kafka secara teknis gagal total dalam ujian akhir, Hoshina berargumen keras untuk merekrutnya sebagai kadet. Dia menunjukkan kontribusi unik Kafka yang tidak dapat diukur dengan angka. Menariknya, Hoshina juga mengakui motivasi yang lebih personal: dia merekrut Kafka karena “Kafka membuatnya tertawa”. Ini menunjukkan filosofi rekrutmennya yang fleksibel, yang tidak hanya menghargai kekuatan, tetapi juga karakter, ketahanan, dan bahkan selera humor.
Kemampuan Hoshina untuk memperjuangkan Kafka adalah cerminan dari filosofi kepemimpinan yang lebih holistik. Pasukan Pertahanan adalah organisasi militeristik yang sangat bergantung pada metrik kuantitatif: persentase kekuatan, jumlah kaiju yang dibunuh, dan skor ujian. Dalam sistem yang kaku ini, Kafka adalah sebuah anomali, sebuah kegagalan. Hoshina, sebagai seorang petinggi, memilih untuk mengabaikan metrik tersebut dan melihat kualitas yang tidak terukur: pengetahuan praktis, keberanian di bawah tekanan, dan potensi tersembunyi.
Dengan merekrut Kafka, dia secara efektif “meretas” sistem dari dalam, menyuntikkan elemen yang tidak dapat diprediksi ke dalam mesin militer yang rigid. Ini membuktikan bahwa Hoshina bukan hanya seorang prajurit yang patuh, tetapi juga seorang reformis yang subtil. Dia memahami bahwa untuk memenangkan perang melawan kaiju yang terus berevolusi, Pasukan Pertahanan membutuhkan lebih dari sekadar kekuatan mentah; mereka membutuhkan kecerdikan, pengalaman unik, dan karakter—semua kualitas yang diwujudkan oleh Kafka.
4. Kepribadian Dua Sisi yang Kompleks: Santai di Luar, Mengerikan di Dalam
Daya tarik utama Soshiro Hoshina terletak pada dualitas kepribadiannya yang ekstrem. Dia adalah perwujudan sempurna dari pepatah “jangan menilai buku dari sampulnya.” Di satu sisi, dia bisa menjadi rekan kerja yang paling santai, lucu, dan bahkan terlihat malas. Di sisi lain, dia bisa berubah menjadi mesin pembunuh berdarah dingin yang paling efisien dan menakutkan dalam sekejap mata.
Sisi santainya adalah yang paling sering terlihat. Dia selalu tersenyum dengan mata menyipit, sering melontarkan komentar jenaka, dan menikmati persaingan main-main, seperti saat bermain video game melawan Kapten Divisi Satu, Gen Narumi. Kepribadiannya yang mudah didekati ini membuatnya disukai oleh bawahannya dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak terlalu tegang. Namun, saat alarm berbunyi dan kaiju muncul, terjadi transformasi total.
Senyumnya lenyap, matanya terbuka lebar memperlihatkan tatapan tajam yang fokus, dan seluruh auranya berubah menjadi serius dan analitis. Dalam mode ini, fokusnya seratus persen pada pertempuran: merancang strategi, mencari titik lemah musuh, dan mengeksekusi serangan dengan presisi mematikan. Penggemar di forum Reddit bahkan menggambarkannya dengan sempurna: “konyol dan santai 95% dari waktu, niat membunuh di sisa 5% waktunya”.
Transisi cepat antara dua sisi ini terlihat jelas dalam interaksinya dengan Kafka. Saat dia menemukan Kafka belajar sendirian di perpustakaan, dia mendekatinya dengan santai. Namun, ketika Kafka menyatakan ambisinya untuk merebut posisi wakil kapten, Hoshina dengan dingin namun tenang menantangnya, memperingatkan bahwa dia tidak akan menyerahkan posisinya dengan mudah. Pergantian dari keramahan menjadi ketegasan yang mengintimidasi ini menunjukkan betapa cepatnya dia bisa mengubah “mode”.
Dualitas ini bukanlah sebuah topeng yang menutupi jati diri aslinya. Sebaliknya, ini adalah manifestasi dari kontrol emosional dan efisiensi taktis yang luar biasa. Hoshina tidak membuang-buang energi mentalnya untuk bersikap tegang dan waspada sepanjang waktu. Sisi santainya adalah alat fungsional untuk membangun moral dan hubungan baik dengan tim, sebuah strategi kepemimpinan yang cerdas.
Sisi seriusnya hanya “diaktifkan” saat benar-benar diperlukan, yaitu selama situasi krisis. Ini memungkinkannya untuk mencegah kelelahan mental dan beroperasi pada performa puncak saat taruhannya paling tinggi. Ini bukanlah tanda kepribadian yang terpecah, melainkan ciri seorang profesional tingkat tinggi yang telah menguasai “saklar” mentalnya, menjadikannya pemimpin yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
5. Dedikasi dan Kerja Keras Tanpa Henti: Di Balik Senyumnya
Penampilan Soshiro Hoshina yang santai dan terkadang malas adalah fasad yang paling menipu. Di balik senyum menyipit itu terdapat etos kerja yang tak kenal lelah dan dedikasi yang mungkin paling kuat di seluruh Pasukan Pertahanan. Tidak ada seorang pun di Divisi Tiga, atau bahkan mungkin di seluruh organisasi, yang bekerja lebih keras darinya.
Meskipun dia berasal dari keluarga pendekar pedang yang terhormat, keahliannya yang luar biasa bukanlah bakat bawaan murni; itu adalah buah dari latihan yang tak henti-hentinya. Dedikasinya yang paling jelas terlihat setelah pertarungan sengitnya melawan Kaiju No. 8 (Kafka). Meskipun dia hampir menang melawan kaiju dengan tingkat kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, reaksinya bukanlah berpuas diri atau beristirahat. Sebaliknya, malam itu juga, Kafka menemukannya sedang berlatih sendirian dengan intensitas penuh, mencoba mencari cara untuk mengalahkan Kaiju No. 8 di pertemuan mereka berikutnya. Momen ini mengungkapkan pola pikirnya: setiap pertarungan, menang atau kalah, adalah kesempatan untuk menjadi lebih kuat.
Kerja kerasnya tidak terbatas pada latihan fisik. Sebagai wakil kapten, dia menanggung beban administratif yang sangat besar untuk meringankan tugas Kapten Mina. Dia mengawasi semua aspek pelatihan rekrutan baru, menangani tumpukan dokumen, dan siap mengambil alih komando penuh atas divisi setiap kali Mina harus pergi untuk tugas lain. Sebuah analisis bahkan secara eksplisit menyatakan bahwa penampilannya yang “malas” sangat kontras dengan kenyataan bahwa “tidak ada satu orang pun di pasukan pertahanan yang bekerja lebih tanpa henti”.
Dorongan di balik dedikasi luar biasa ini bersifat sangat personal dan mendalam. Hoshina menghabiskan sebagian besar hidupnya menghadapi penolakan dan cemoohan karena keahlian pedangnya. Dia membawa perasaan “tidak dibutuhkan” yang mengakar. Mina Ashiro adalah orang pertama yang memberinya tempat, tujuan, dan validasi.
Oleh karena itu, kerja kerasnya bukan hanya tentang ambisi pribadi atau pengembangan diri. Setiap jam latihan, setiap dokumen yang ditandatangani, adalah caranya untuk “membayar kembali” kepercayaan yang telah diberikan Mina kepadanya. Ini menjelaskan mengapa dia begitu protektif terhadap posisinya sebagai wakil kapten. Jabatan itu bukan sekadar pangkat; itu adalah simbol dari tempat di mana dia akhirnya diterima dan dibutuhkan. Dedikasinya yang lahir dari rasa syukur dan utang budi inilah yang membuatnya menjadi pilar yang begitu kuat bagi Divisi Tiga.
6. Mentor yang Mendukung Sekaligus Menantang
Sebagai seorang perwira senior, Soshiro Hoshina memiliki gaya bimbingan yang sangat unik dan efektif. Dia tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi dan menantang juniornya untuk melampaui batas mereka, bahkan jika itu berarti menciptakan saingan yang berpotensi merebut posisinya sendiri.
Contoh paling utama dari gaya mentorshipnya adalah hubungannya dengan Kafka Hibino. Menyadari bahwa Kafka tidak memiliki kekuatan tempur konvensional, Hoshina secara pribadi meluangkan waktu untuk melatihnya dalam seni bela diri dasar. Tujuannya adalah untuk memberi Kafka setidaknya kesempatan untuk bertahan hidup di medan perang. Ini adalah tindakan kepedulian murni dari seorang senior kepada juniornya.
Namun, dukungannya tidak datang tanpa tantangan. Ketika Kafka dengan berani menyatakan tujuannya untuk menjadi wakil kapten dan berdiri di sisi Mina—yang secara efektif berarti menggantikan Hoshina—reaksi Hoshina sangatlah menarik. Dia tidak marah, tidak merasa terancam, atau mencoba menekan ambisi Kafka. Sebaliknya, dia tertawa, merasa terhibur, dan terprovokasi secara positif. Dia menerima tantangan itu dengan tangan terbuka dan, dalam sebuah tindakan yang luar biasa, meninggalkan kunci perpustakaan untuk Kafka agar dia bisa terus belajar dan menjadi lebih kuat. Dia bahkan memberikan nasihat yang tulus, tidak hanya tentang bagaimana menjadi prajurit yang lebih efektif, tetapi juga “pria yang lebih baik”.
Gaya mentorship “besi menajamkan besi” ini mencerminkan kepercayaan diri yang luar biasa. Seorang pemimpin yang tidak aman dengan posisinya akan melihat bawahan yang ambisius sebagai ancaman. Hoshina, sebaliknya, melihat mereka sebagai aset. Dia secara aktif membantu Kafka, saingan utamanya, untuk menjadi lebih kuat. Ini menunjukkan bahwa tujuan utamanya bukanlah untuk mempertahankan statusnya demi ego, melainkan untuk memastikan Divisi Tiga secara keseluruhan menjadi sekuat mungkin.
Dia memahami sebuah prinsip kepemimpinan yang mendalam: jika suatu hari Kafka menjadi cukup kuat untuk benar-benar menggantikannya, itu berarti Divisi Tiga telah berevolusi dan menjadi lebih tangguh. Dia memprioritaskan kekuatan kolektif di atas keamanan posisi pribadinya, sebuah tanda dari seorang pemimpin sejati yang tidak mementingkan diri sendiri. Dia tidak hanya melatih prajurit; dia sedang membangun generasi pemimpin berikutnya.
7. Beban Sejarah dan Pembuktian Diri: Melampaui Keraguan
Di balik penampilan luarnya yang santai dan kepercayaan dirinya yang tak tergoyahkan, Soshiro Hoshina memikul beban psikologis yang berat: warisan keluarganya dan perjuangan seumur hidup untuk membuktikan nilainya di dunia yang seolah menolaknya. Perjuangan internal inilah yang memberinya kedalaman karakter yang luar biasa.
Hoshina berasal dari klan Hoshina, sebuah keluarga pendekar pedang yang reputasinya terbentang sejak era Muromachi. Dengan kakak laki-lakinya, Soichiro, yang juga menjabat sebagai Kapten Divisi Enam, tekanan ekspektasi terhadapnya sangatlah tinggi. Namun, ironisnya, warisan yang seharusnya menjadi kebanggaannya justru menjadi sumber cemoohan. Di era modern yang didominasi senjata api, keahlian pedangnya dianggap usang. Sepanjang hidupnya, dia selalu diberitahu untuk menyerah pada pedangnya dan beradaptasi.
Perasaan terus-menerus diremehkan ini menanamkan rasa “tidak dibutuhkan” yang mendalam di dalam dirinya. Perjuangannya bukanlah untuk mendapatkan kekuatan—dia sudah memilikinya—tetapi untuk membuat kekuatannya diakui dan dihargai. Ini adalah perjuangan melawan persepsi, tradisi, dan ekspektasi masyarakat. Posisinya saat ini sebagai Wakil Kapten Divisi Tiga adalah puncak dari perjalanannya membuktikan bahwa semua orang yang meragukannya salah.
Perjuangan Hoshina melawan determinisme—bakatnya yang dianggap tidak relevan oleh zaman—menjadikannya salah satu karakter yang paling manusiawi dan relatable dalam serial ini. Karakter seperti Mina Ashiro atau Kikoru Shinomiya adalah talenta alami yang seolah ditakdirkan untuk menjadi hebat. Kafka Hibino adalah seorang underdog yang mendapatkan kekuatannya secara kebetulan. Hoshina berada di posisi yang unik di antara mereka.
Dia memiliki bakat luar biasa, tetapi bakat itu dianggap tidak berguna oleh dunia di sekitarnya. Kisahnya adalah tentang validasi yang datang dari kegigihan yang luar biasa dan menemukan satu orang—Mina Ashiro—yang mampu melihat nilai sejati di balik apa yang dianggap orang lain sebagai kekurangan. Perjuangan internal untuk membuktikan eksistensinya ini memberikan dimensi emosional yang kuat dan kompleks pada karakternya, menjadikannya lebih dari sekadar prajurit yang keren.
8. Evolusi Melalui Konflik: Dinamika Panas dengan Kaiju No. 10
Perkembangan karakter Soshiro Hoshina mencapai puncaknya dengan cara yang paling tidak terduga. Power-up terbesarnya tidak datang dalam bentuk teknik pedang baru atau latihan yang lebih keras, melainkan dalam bentuk partner yang paling menjengkelkan dan brutal: Numbers Weapon 10. Senjata ini bukanlah armor mati; ia adalah kaiju hidup yang diubah menjadi seragam tempur, lengkap dengan kesadaran dan kemauannya sendiri.
Hubungan antara Hoshina dan No. 10 adalah hubungan yang penuh konflik sejak awal. No. 10 adalah perwujudan dari hasrat bertarung yang murni, brutal, dan sembrono. Ia ingin menghancurkan segalanya dengan kekuatan mentah. Ini sangat bertentangan dengan gaya bertarung Hoshina yang presisi, taktis, dan terkalkulasi. Akibatnya, mereka terus-menerus “bertengkar” di tengah pertempuran, dengan No. 10 yang sering kali mencoba mengambil alih atau mengkritik strategi Hoshina. Paradoksnya, semakin sengit perdebatan mereka, semakin tinggi tingkat sinkronisasi mereka, dan semakin besar kekuatan yang bisa mereka keluarkan.
Titik balik psikologis terjadi selama pertarungan hidup-mati mereka melawan Kaiju No. 12. Di tengah pertempuran, No. 10 tidak hanya menyerang musuh, tetapi juga menyerang mental Hoshina secara brutal. Ia menuduh Hoshina telah melupakan alasan sejatinya bertarung, menuduhnya bersembunyi di balik alasan “membuktikan eksistensi”. Serangan verbal ini memaksa Hoshina untuk menghadapi kebenaran yang telah lama dia tekan: dia tidak bertarung untuk mendapatkan validasi, tetapi karena dia, di lubuk hatinya yang paling dalam, benar-benar “menikmati pertarungan melawan musuh yang kuat”.
Hubungan Hoshina dan No. 10 dapat dilihat sebagai metafora yang kuat untuk integrasi “sisi bayangan” (shadow self) dalam psikologi. Hoshina telah membangun persona sebagai wakil kapten yang bertanggung jawab dan taktis, sebagian besar sebagai respons terhadap tekanan eksternal dan kebutuhan untuk membuktikan nilainya. No. 10, di sisi lain, adalah id—murni insting, hasrat, dan cinta akan kekacauan pertempuran yang telah ditekan Hoshina. Dengan akhirnya mengakui dan menerima kebenaran yang diungkapkan oleh No. 10, Hoshina berhasil mengintegrasikan kedua sisi dirinya. Dia tidak lagi bertarung melawan sifat dasarnya, tetapi bersama sifat dasarnya. Transformasi ini membuatnya menjadi petarung yang jauh lebih kuat dan otentik, bukan hanya karena dia memiliki armor baru, tetapi karena dia telah mencapai keutuhan psikologis yang baru.
9. Pilar Divisi Tiga: Jantung Taktis dan Emosional
Pada akhirnya, kehebatan Soshiro Hoshina sebagai wakil kapten melampaui keahlian tempurnya yang fenomenal atau kepribadiannya yang kompleks. Nilai sejatinya terletak pada perannya sebagai fondasi yang tak tergoyahkan bagi Divisi Pertahanan Ketiga. Dia bukan hanya sekadar roda penggerak dalam mesin perang; dia adalah jantung, otak, dan tulang punggung yang membuat seluruh divisi berfungsi secara optimal.
Perannya bersifat multifaset. Sebagai ahli strategi, dialah yang sering kali merancang taktik di lapangan. Selama serangan kaiju bersayap di pangkalan Tachikawa, misalnya, Hoshina dengan cepat menganalisis pola serangan dan mengidentifikasi kaiju pemimpinnya, memungkinkan pasukan untuk melumpuhkan ancaman secara efisien. Sebagai penyelidik, dia secara proaktif terlibat dalam investigasi perilaku kaiju baru, selalu mencari kelemahan untuk dieksploitasi di pertempuran berikutnya.
Sebagai penjaga moral, kepribadiannya yang santai dan kedekatannya dengan para anggota tim memastikan semangat juang tetap tinggi bahkan dalam situasi yang paling menekan. Dia adalah figur yang dapat diandalkan, tempat setiap anggota Divisi Tiga, dari rekrutan baru hingga perwira senior, dapat mencari dukungan untuk pengembangan diri dan kemajuan karir. Dia adalah jaring pengaman yang solid, yang kehadirannya memungkinkan Kapten Mina untuk fokus sepenuhnya pada ancaman terbesar tanpa perlu khawatir tentang detail operasional di lapangan.
Soshiro Hoshina adalah perwujudan sempurna dari seorang force multiplier—seorang individu yang kehadirannya secara eksponensial meningkatkan efektivitas semua orang di sekitarnya. Seorang wakil kapten yang baik mungkin hanya mendukung kaptennya. Hoshina melakukan jauh lebih dari itu. Dia mendukung kaptennya, melatih generasi berikutnya, meningkatkan moral seluruh tim, dan secara proaktif menangani ancaman yang berada di luar spesialisasi kaptennya. Efeknya berlipat ganda: karena ada Hoshina, Mina bisa 100% fokus pada daikaiju. Karena ada Hoshina, rekrutan seperti Kafka dan Iharu memiliki ruang untuk tumbuh dan membuat kesalahan. Karena ada Hoshina, Divisi Tiga tetap menjadi unit yang kohesif dan bersemangat tinggi. Inilah yang membuatnya bukan hanya wakil kapten yang hebat, tetapi juga yang terbaik dan tak tergantikan.
Baca Juga : Peringkat 7 Anggota Divisi 3 Terkuat di Kaiju No 8, Kafka Hibino Peringkat 1?
Wakil Kapten yang Sempurna – Alasan Soshiro Hoshina Adalah Wakil Kapten Terbaik di Kaiju No 8
Soshiro Hoshina jauh lebih dari sekadar wakil kapten bermata sipit yang jago pedang. Dia adalah karakter dengan lapisan kompleksitas yang luar biasa, seorang pemimpin yang definisinya melampaui pangkatnya. Kombinasi dari keahlian tempur jarak dekat yang tak tertandingi, kemitraan kepemimpinan yang sinergis dengan Mina Ashiro, intuisi tajam dalam melihat potensi, dan kepribadian dua sisi yang memikat menjadikannya sosok yang menonjol.
Lebih dari itu, dedikasinya yang lahir dari perjuangan pribadi, gaya mentorshipnya yang menantang namun mendukung, dan evolusi karakternya yang mendalam melalui hubungannya dengan Kaiju No. 10 menunjukkan pertumbuhan yang jarang terlihat. Pada akhirnya, perannya sebagai pilar taktis dan emosional Divisi Tiga mengukuhkan statusnya. Dia adalah fondasi yang memungkinkan rekan-rekannya untuk bersinar lebih terang. Soshiro Hoshina bukan hanya wakil kapten terbaik di Pasukan Pertahanan; dia adalah detak jantung dari Divisi Tiga dan salah satu karakter paling cemerlang yang ditawarkan oleh dunia Kaiju No. 8.
Jika kamu suka mengikuti informasi terbaru tentang anime Kaiju no. 8, kamu bisa melihat artikel lain yang dibuat oleh Essa. Jangan lupa untuk follow dan like media sosial dari Macapop ID di Facebook, X (Twitter), Instagram, Youtube dan Tiktok.