Bukan Cuma OP, Ini 5 Alasan Kenapa I Was Reincarnated as the 7th Prince Terasa Fresh dan Beda

# Bosan dengan prota isekai yang OP dan punya harem? Anime 7th Prince mungkin jawabannya! Simak 5 Alasan Kenapa I Was Reincarnated as the 7th Prince Terasa Fresh dan Beda.

Bukan Cuma OP, Ini 5 Alasan Kenapa I Was Reincarnated as the 7th Prince Terasa Fresh dan Beda
Ini 5 Alasan Kenapa I Was Reincarnated as the 7th Prince Terasa Fresh dan Beda © Kenkyo na Circle / Kodansha / Tsumugi Akita Animation Lab

Macapop – Bosan dengan isekai yang gitu-gitu aja? Kamu pasti sudah hafal polanya. Seorang protagonis mati—biasanya karena ditabrak truk legendaris—lalu bereinkarnasi di dunia fantasi. Dalam sekejap, ia jadi sosok overpowered (OP) yang tak terkalahkan, dikelilingi harem gadis-gadis cantik, dan punya misi mulia untuk menyelamatkan dunia dari Raja Iblis. Formula ini, meskipun kadang menghibur, seringkali terasa basi dan mudah ditebak.

Nah, di tengah lautan isekai generik, muncul sebuah judul yang di atas kertas terlihat sama saja: Tensei Shitara Dainana Ouji Datta no de, Kimama ni Majutsu o Kiwamemasu, atau yang lebih kita kenal sebagai I Was Reincarnated as the 7th Prince. Anime ini punya semua elemen klise: protagonis reinkarnasi, dunia fantasi ala Eropa, dan kekuatan sihir yang levelnya dewa. Banyak yang mungkin akan melewatkannya begitu saja, menganggapnya “satu lagi isekai OP”.

Tapi tunggu dulu. Di balik kemasan yang familiar itu, 7th Prince ternyata adalah sebuah “guilty pleasure” yang dieksekusi dengan sangat cerdas. Anime ini sadar betul dengan semua klise genrenya dan alih-alih mengikutinya secara buta, ia justru memelintir, membalikkan, dan menertawakan ekspektasi penonton dengan cara yang brilian. Hasilnya? Sebuah tontonan yang luar biasa segar, kocak, dan jauh lebih menarik dari yang terlihat.

Mari kita bedah lebih dalam 5 cara cerdas 7th Prince mendobrak klise genre isekai OP dan mengubahnya menjadi sesuatu yang spesial.

1. Bukan Jadi Pahlawan, Cuma Mau ‘Nerd-ing Out’ Soal Sihir!

Klise isekai terbesar adalah sang protagonis OP selalu punya tujuan besar: balas dendam, menegakkan keadilan, atau menjadi pahlawan penyelamat dunia. Mereka diberi kekuatan untuk sebuah misi. Nah,7th Prince membuang jauh-jauh motivasi heroik ini. Protagonis kita, Lloyd de Saloum, punya satu-satunya tujuan hidup yang sangat sederhana namun obsesif: meneliti dan menyempurnakan sihir sampai ke akar-akarnya.

Di kehidupan sebelumnya, ia adalah seorang penyihir biasa yang sangat mencintai sihir tapi tidak punya bakat maupun garis keturunan bangsawan yang mendukung. Ia mati dengan penyesalan mendalam, berharap punya lebih banyak waktu untuk belajar. Jadi, reinkarnasinya sebagai pangeran ketujuh bukanlah fantasi untuk lari dari kehidupan yang gagal, melainkan kesempatan emas untuk melanjutkan “skripsi”-nya dengan fasilitas tak terbatas dan DNA yang sempurna.

Profil karakternya secara eksplisit menyatakan bahwa ia “tidak tertarik pada suksesi takhta, perempuan, atau romansa”. Statusnya sebagai pangeran hanyalah sebuah kemudahan. Baginya, menjadi bangsawan bukan berarti kekuasaan, tapi berarti punya akses ke perpustakaan berisi buku-buku sihir terlarang dan halaman belakang istana yang cukup luas untuk dijadikan laboratorium pribadi. Ia tidak ingin memerintah kerajaan; ia hanya ingin kartu perpustakaan untuk bagian terlarang dan ketenangan untuk bereksperimen.

Ini mengubah Lloyd dari arketipe “pahlawan” menjadi “ilmuwan gila” yang terperangkap dalam tubuh anak-anak. Kegembiraannya tidak datang dari menyelamatkan orang, tapi dari menemukan mantra baru, membongkar teori sihir kuno, atau melihat ledakan sihirnya berhasil dengan sempurna. Subversi motivasi ini secara fundamental mengubah seluruh kerangka narasi. Jika isekai lain adalah tentang perjalanan yang ditentukan oleh tujuan eksternal (mengalahkan Raja Iblis), perjalanan Lloyd sepenuhnya didorong oleh hasrat internal (memuaskan rasa penasarannya yang tak terbatas). Dunia ini bukanlah tempat untuk diselamatkan, melainkan laboratorium raksasa untuknya. Ceritanya pun berubah dari “petualangan epik” menjadi “proyek pribadi” dengan potensi kehancuran skala global, di mana plot digerakkan oleh keisengan sang protagonis, bukan oleh takdir agung.

2. Lupakan Klise ‘Underdog’, Pangeran Ini OP Sejak Lahir (dan Semua Orang Tahu!)

Lloyd de Saloum 7th pince
Lloyd de Saloum © Kenkyo na Circle / Kodansha / Tsumugi Akita Animation Lab

Banyak isekai modern terjebak dalam trope “protagonis OP yang pura-pura lemah” atau “underdog palsu”. Mereka menyembunyikan kekuatan super mereka untuk menghindari perhatian, lalu mengejutkan semua orang dalam sebuah momen “pengungkapan” yang dramatis.

7th Prince menolak mentah-mentah formula membosankan ini. Kekuatan Lloyd bukanlah sebuah rahasia; itu adalah fakta yang diketahui, dan bahkan sedikit menakutkan, sejak ia masih bayi.

Narasi tidak membuang waktu untuk membangun ketegangan apakah kekuatannya akan terbongkar. Di episode pertama, Lloyd yang masih bayi sudah menembakkan bola api raksasa hingga membuat lubang di atap istana. Keluarganya, terutama kakak laki-lakinya, Albert, sadar betul akan bakat luar biasa adiknya dan bahkan melihatnya sebagai aset berharga bagi kerajaan di masa depan.

Dengan menghilangkan elemen “penyembunyian”, fokus ketegangan cerita bergeser total. Pertanyaannya bukan lagi “Apakah rahasia Lloyd akan ketahuan?”, melainkan “Bagaimana cara keluarga dan kerajaannya mengelola seorang anak berusia 10 tahun yang memiliki kekuatan setara dewa?”. Konfliknya berubah menjadi manajemen risiko dan pengendalian kerusakan, sebuah premis yang jauh lebih unik dan penuh potensi komedi. Berbeda dengan seri seperti The Rising of the Shield Hero yang bergantung pada persepsi salah tentang kelemahan protagonis,7th Prince seolah berkata kepada penontonnya, “Kita semua tahu dia OP, jadi ayo kita nikmati saja kekacauannya.”

Langkah ini membuat dinamika cerita berubah dari fantasi kekuatan menjadi komedi keluarga/politik dengan taruhan yang absurd. Para karakter pendukung tidak lagi berfungsi sebagai penonton yang kagum, tetapi sebagai tim defensif yang terus-menerus berusaha mengantisipasi dan membereskan kekacauan yang mungkin ditimbulkan oleh Lloyd. “Penyembunyian” yang dilakukan Lloyd bukanlah tentang eksistensi kekuatannya, melainkan tentang skala sebenarnya yang mengerikan, semua karena ia hanya ingin dibiarkan sendiri untuk bereksperimen dengan tenang. Lloyd bukan lagi sekadar karakter utama; ia adalah bencana alam berjalan yang kebetulan dicintai oleh keluarganya.

3. Skala Kekuatan Absurd: Saat ‘Overpowered’ Jadi Bahan Komedi dan Horor

7th Prince tidak hanya membuat protagonisnya OP, ia mendorong konsep itu ke tingkat absurditas yang melampaui batas fantasi kekuatan biasa, dan mengubahnya menjadi sumber komedi sekaligus horor eksistensial. Kekuatan Lloyd bukanlah sekadar “kuat”, melainkan “mustahil”.

Berbagai sumber dan diskusi penggemar merinci kekuatan level dewa miliknya. Ia bisa dengan santai menciptakan sihir Void yang melahap gunung, mengangkat, menghancurkan, lalu menyatukan kembali sebuah benua es hanya dengan kekuatan mana mentah, menciptakan kawah selebar 660 km di bulan, dan memiliki mantra yang secara eksplisit dinyatakan dapat “mengakhiri dunia/seluruh umat manusia”.

Di sinilah letak kejeniusan komedinya. Iblis kuno paling ditakuti di kerajaan, Grim, yang pernah hampir menghancurkan Saloum, dibuat tunduk dan ketakutan hingga berubah menjadi familiar kecil yang imut dan menggemaskan setelah merasakan sedikit saja kekuatan Lloyd. Reaksi Lloyd sendiri terhadap kekuatannya yang mampu menghancurkan planet bukanlah rasa tanggung jawab atau ketakutan, melainkan kegembiraan murni seorang anak yang melihat eksperimen sainsnya berhasil dengan spektakuler. Disparitas antara kekuatan penghancur dan reaksi kekanak-kanakan inilah yang menjadi jantung humor acara ini.

Namun, di balik semua tawa, ada lapisan horor yang meresahkan. Lloyd memiliki ingatan seorang penyihir dewasa, tetapi seringkali bertindak dengan kedewasaan emosional dan kontrol impuls seorang anak berusia 10 tahun. Gagasan tentang seorang anak yang dengan santai menggumamkan mantra yang bisa “meledakkan seluruh kota dalam tidurnya” benar-benar mengerikan. Satu-satunya hal yang mencegah kehancuran total adalah keterikatan pribadinya pada “barang-barang” dan materi penelitiannya di dunia ini.

Dengan membuat kekuatan Lloyd nyaris tak terbatas, penulis secara sadar menghilangkan konflik konvensional. Tidak ada ancaman fisik yang kredibel baginya. Alih-alih menciptakan musuh yang lebih kuat, serial ini menjadikan protagonisnya sendiri sebagai sumber ketegangan dan tontonan. Hiburan tidak datang dari pertanyaan apakah dia akan menang, tetapi bagaimana cara dia menang dengan konyol dan apa kerusakan kolateral dari “kesenangannya”. Ini adalah subversi meta dari fantasi kekuatan, mendorongnya ke kesimpulan logis yang paling absurd, di mana ceritanya bukan lagi tentang perjuangan, melainkan tentang tontonan keberadaannya. Seperti yang dikatakan seorang penggemar, ini adalah “Magic One-Punch Man”, di mana kenikmatan terletak pada eksekusinya, bukan hasilnya.

Baca Juga : Bukan Cuma Bertahan, Ini 10 Perisai Terkuat Naofumi yang Bisa Menghancurkan Lawan!

4. Harem? Siapa Peduli? Hubungan Terpentingnya Justru dengan Iblis Peliharaannya

Lloyd de Saloum 7th pince
Lloyd de Saloum © Kenkyo na Circle / Kodansha / Tsumugi Akita Animation Lab

Anime ini dengan sengaja menyiapkan panggung untuk klise harem. Ada pelayan-pelayan berdada besar, pendekar pedang cantik bernama Sylpha, hingga kakak perempuannya sendiri, Alieze. Bahkan, acara ini tidak segan-segan menyajikan fan service yang menjadi ciri khas genre harem. Namun, semua itu hanyalah umpan. Lloyd sama sekali tidak peduli.

Seperti yang telah disebutkan, minatnya pada romansa adalah nol besar. Ini membuat semua momen fan service menjadi ironis; itu ada untuk penonton, bukan untuk protagonis. Alih-alih membangun ketegangan romantis, 7th Prince memfokuskan pengembangan hubungannya pada satu karakter: Grim, iblis familiar-nya.

Hubungan Lloyd dan Grim adalah inti emosional dan komedi dari serial ini, sekaligus subversi dari trope “rekan seperjuangan yang kuat”. Grim adalah iblis legendaris yang kekuatannya ditakuti seluruh kerajaan , namun di hadapan Lloyd, ia tak lebih dari seorang pengasuh yang panik, asisten laboratorium yang gemetaran, dan pemberi semangat yang selalu takjub (dan ngeri) pada kekuatan tuannya. Reaksi panik Grim terhadap setiap demonstrasi kekuatan Lloyd yang santai berfungsi sebagai perwakilan penonton, membumikan situasi yang sangat absurd dan membuatnya terasa lucu.

Penolakan terhadap trope harem ini adalah sebuah pernyataan tentang prioritas protagonis. Pemenuhan hasrat Lloyd bukanlah sosial atau romantis, melainkan murni intelektual. Oleh karena itu, ia tidak punya “kegunaan” untuk harem. Karakter-karakter yang biasanya akan menjadi anggota haremnya dialihfungsikan menjadi teman, rekan kerja, atau sekadar figuran dalam perjalanan magisnya. Hubungannya dengan Grim, yang didasarkan pada utilitas dan ketidakseimbangan kekuatan, secara sempurna mencerminkan hubungannya dengan sihir itu sendiri: ia mendominasinya, mempelajarinya, dan terpesona olehnya, tetapi tidak dalam artian cinta romantis. Dengan mengganti harem dengan dinamika tuan-pelayan yang unik ini, serial ini tetap fokus pada premis intinya yang kuat.

5. Konflik Bukan Soal Selamatkan Dunia, Tapi ‘Biarin Aku Eksperimen Dulu!’

Masalah terbesar dari protagonis OP adalah jika ia bisa memenangkan pertarungan apa pun dengan mudah, maka pertarungan itu sendiri menjadi tidak berarti dan membosankan. Banyak serial mencoba mengatasi ini dengan memunculkan musuh yang semakin kuat, yang akhirnya hanya berujung pada power creep yang tidak masuk akal. 7th Prince mengambil jalan yang berbeda dan jauh lebih cerdas: ia menerima bahwa konflik fisik itu sendiri tidak penting, dan sebagai gantinya, ia mendefinisikan ulang apa itu “konflik”.

Ancaman dalam cerita ini bukanlah musuh yang kuat, melainkan rasa penasaran Lloyd sendiri. Salah satu contoh paling jelas adalah ketika ia dengan sengaja membiarkan teman-temannya terdesak hingga nyaris tewas. Bukan karena ia jahat, tetapi karena ia begitu terpesona dengan sihir yang digunakan musuh dan ingin menganalisisnya terlebih dahulu sebelum menghancurkannya. Bagi penonton, ketegangannya terletak pada konflik antara detasemen ilmiah Lloyd yang dingin dan bahaya nyata yang dihadapi teman-temannya.

Konflik utama dalam seri ini seringkali bersifat personal dan situasional:

  • Bisakah Lloyd menemukan tempat yang tenang untuk berlatih tanpa diganggu keluarganya?
  • Bisakah ia menguji mantra barunya tanpa sengaja menghancurkan monumen nasional?
  • Bisakah ia memuaskan rasa penasarannya terhadap sihir musuh sebelum etika sosial memaksanya untuk turun tangan?

Dengan tidak adanya “Raja Iblis” yang harus dikalahkan , para antagonis lebih sering berfungsi sebagai “subjek tes” baru yang menarik bagi Lloyd daripada ancaman nyata. Ini adalah solusi meta-naratif yang brilian untuk “masalah protagonis OP”. Ketegangan tidak lagi berasal dari pertanyaan apakah Lloyd bisa menang, tetapi kapan, bagaimana, dan mengapa ia akan memilih untuk menang. Ketidakpastian internal inilah yang menjadi mesin penggerak narasi, mengubah genre acara ini dari “Aksi/Petualangan” menjadi “Komedi/Suspense”. Suspense-nya datang dari menunggu untuk melihat bagaimana “balita dengan bom nuklir” ini akan bereaksi dalam situasi apa pun.

Baca Juga : 10 Miliar Persen Gila! Peringkat 10 Invensi Paling Ambisius di Dr Stone Science Future!

Guilty Pleasure yang Dijalankan dengan Sempurna

I Was Reincarnated as the 7th Prince adalah bukti bahwa formula yang sudah usang pun bisa terasa baru jika ditangani dengan kreativitas dan kesadaran diri. Melalui lima cara ini—motivasi yang murni didasari rasa penasaran, status OP yang diketahui semua orang, skala kekuatan absurd yang menjadi komedi, penolakan harem demi dinamika familiar yang unik, dan redefinisi konflik naratif—anime ini berhasil menonjol.

Tentu, acara ini tidak sempurna. Ia masih memeluk beberapa klise, seperti fan service yang terkadang berlebihan, yang mungkin tidak cocok untuk semua orang. Namun, inilah yang membuatnya menjadi sebuah “guilty pleasure” yang dieksekusi dengan baik.

7th Prince adalah contoh utama dari sebuah serial yang memahami genrenya di level meta. Ia tahu apa yang diharapkan penonton, lalu dengan cerdik memelintir ekspektasi tersebut untuk menciptakan sesuatu yang sangat menyenangkan. Bagi para penggemar isekai yang lelah dengan formula yang itu-itu saja, ini adalah dekonstruksi genre OP yang menyegarkan, kocak, dan ternyata, sangat cerdas.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Faksi-Faksi di Gachiakuta Mulai Dari Cleaners, Raiders, & Hell Guards…

Ringkasan 5 Alasan Kenapa I Was Reincarnated as the 7th Prince Terasa Fresh dan Beda

  • Motivasi Unik: Lloyd tidak ingin menjadi pahlawan atau raja; ia hanya terobsesi untuk meneliti dan menyempurnakan sihir demi kepuasan pribadinya.
  • OP Terbuka: Kekuatannya yang luar biasa bukan rahasia. Keluarga dan kerajaannya tahu sejak ia bayi, mengubah dinamika cerita dari “penyembunyian” menjadi “pengelolaan risiko”.
  • Skala Kekuatan Absurd: Kekuatannya yang mampu menghancurkan dunia digunakan bukan untuk pertarungan epik, melainkan sebagai sumber komedi dan horor dari tingkah “anak kecil” yang memegang kekuatan dewa.
  • Anti-Harem: Meskipun dikelilingi banyak karakter wanita, Lloyd sama sekali tidak tertarik pada romansa. Hubungan terpentingnya adalah dengan Grim, iblis peliharaannya yang ia dominasi sepenuhnya.
  • Konflik Personal: “Ancaman” dalam cerita bukanlah musuh yang kuat, melainkan rasa penasaran Lloyd sendiri—ia sering menunda pertarungan hanya untuk bisa mengamati sihir lawan, menciptakan ketegangan yang unik.

Jika kamu suka mengikuti informasi terbaru tentang anime I Was Reincarnated as the 7th Prince, kamu bisa melihat artikel lain yang dibuat oleh Essa. Jangan lupa untuk follow dan like media sosial dari Macapop ID di Facebook(Twitter), Instagram, Youtube dan Tiktok.